Jumlah penduduk miskin di Indonesia hingga September 2017 menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) berkurang sebesar 1,19 juta orang dibandingkan dengan kondisi Maret 2017. Penurunan angka kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran antar penduduk (gini rasio) ini berkat adanya Program Keluarga Harapan (PKH) dan Beras Sejahtera (Rastra) dari Kementerian Sosial.
Badan Pusat Statistik (BPS) mengakui jika dua program unggulan tersebut berdampak signifikan terhadap penurunan angka kemiskinan dan gini rasio.
Jumlah penduduk miskin dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan di Indonesia Maret 2017 sebesar 27,77 juta orang (10,64 persen). Sedang pada September 2017 jumlah penduduk miskin menjadi 26,58 juta orang (10,12 persen) atau berkurang sebesar 1,19 juta orang.
Persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada Maret 2017 sebesar 7,72 persen turun menjadi 7,26 persen pada September 2017.
Sementara persentase penduduk miskin di daerah perdesaan pada Maret 2017 sebesar 13,93 persen turun menjadi 13,47 persen pada September 2017.
Sementara tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia yang diukur oleh Gini Ratio, pada bulan September 2017 berada di posisi 0,391.
Angka ini menurun sebesar 0,002 poin jika dibandingkan dengan Gini Ratio Maret 2017 yang sebesar 0,393.
"Jika hitungannya year to year (September 2016-red) sebesar 0,394, maka terjadi penurunan sebesar 0,003 poin ," ungkap Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa di Jakarta, Rabu (3/12).
Khofifah mengatakan, data BPS tersebut menjadi bukti efektifitas program yang sempat diragukan banyak pihak dalam mengatasi persoalan kemiskinan di Indonesia.
Terlebih program PKH sendiri merupakan model kebijakan penanggulangan kemiskinan yang menggunakan perspektif pemberdayaan perempuan.
Nantinya data BPS ini menjadi acuan dan referensi bagi seluruh Kementerian/Lembaga dan juga Pemerintah Daerah dalam melakukan intervensi penanganan kemiskinan.
Dengan capaian tersebut, lanjut Khofifah, pihaknya semakin optimistis dengan target penurunan angka kemiskinan menjadi single digit.
Seperti diketahui, pemerintah menargetkan tingkat kemiskinan dalam RAPBN 2018 ditargetkan sebesar 9,5-10 persen atau turun dari 2017 yang dipatok 10,5 persen.
"Di tahun 2017 kami (Kementerian Sosial-red) melakukan revolusi bantuan sosial dengan merubah sustem tunai menjadi non tunai melalui kerjasama dengan Himpunan bank negara. Nah di 2018 ini, kami yakin perluasan penerima bansos non tunai dari 6 juta menjadi 10 juta keluarga penerima manfaat dapat semakin menekan angka kemiskinan dan gini ratio," tuturnya.
Mensos Khofifah menerangkan, perluasan PKH dan BPNT dijadwalkan mulai Bulan Februari 2018. Perluasan BPNT menjadi 10 juta terbagi dalam empat tahap yakni Januari-Februari, April-Mei, Juli-Agustus, dan Oktober-November.
Masing-masing penambahan sejumlah 2,5 juta KPM di tiap tahapan. Setiap bulan KPM akan menerima Rp110.000 yang dapat ditukarkan beras dan telur.
"Di tahap awal, perluasan BPNT dilaksanakan di 29 Kabupaten/Kota . Saat ini sudah berjalan di 44 kota. Dengan sasaran sebanyak 2.660.989 KPM. Targetnya di Bulan Oktober 2018 mampu mencapai 10 juta KPM," imbuhnya.
Kepala Badan Pusat Statistik Suhariyanto menjelaskan ada beberapa faktor utama yang mempengaruhi penurunan tingkat kemiskinan di Indonesia.
Salah satunya adalah program bantuan dari pemerintah, berupa beras untuk rakyat sejahtera (rastra) dan Program Keluarga Harapan (PKH) yang berdampak positif terhadap menurunkan jumlah penduduk miskin.
“PKH juga berkontribusi besar dalam menurunkan tingkat kemiskinan. Makanya, kami juga sangat mendukung jika penerima PKH ini ditingkatkan kembali di tahun depan,” imbuhnya.
Bupati Kebumen saat mewisuda KPM PKH yang sudah mandiri/sejahtera di Kecamatan Kebumen pada April 2017 lalu. (Dok PPKH Kec Kebumen) |
(ppkhkbm/SM)